Legislator Minta Kemenkeu-OJK Perkuat Pengawasan Penyaluran KUR

id Willgo Zainar

Legislator Minta Kemenkeu-OJK Perkuat Pengawasan Penyaluran KUR

Dokumen - Anggota Komisi XI DPR RI H Willgo Zainar, menyerahkan secara simbolis KUR BNI kepada nasabah di Kecamatan Pringgarata, Kabupaten Lombok Tengah, NTB. (Foto ANTARA NTB/Awaludin)

"Saya meminta kepada Menkeu, OJK dan bank penyalur KUR untuk mengawasi pelaksanaan penyalurannya sesuai maksud dan tujuan Program KUR untuk rakyat"
Mataram (Antara NTB) - Anggota Komisi XI DPR RI H Willgo Zainar Fraksi Gerindra daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat meminta Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkuat pengawasan penyaluran Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) agar tidak salah sasaran.

"Saya meminta kepada Menteri Keuangan, OJK dan bank penyalur KUR untuk mengawasi pelaksanaan penyalurannya sesuai maksud dan tujuan Program KUR untuk rakyat," kata Willgo ketika dihubungi di Mataram, Kamis.

Penegasan tersebut disampaikan karena adanya indikasi KUR yang disalurkan oleh bank penyalur di Nusa Tenggara Barat (NTB), salah sasaran atau diberikan kepada pelaku usaha yang seharusnya mengakses kredit dengan bunga komersial atau tanpa subsidi pemerintah.

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) NTB mengindikasikan adanya kesalahan penyaluran (KUR). Hal itu dibuktikan dari adanya perbedaan data pada Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) dengan data bank penyalur.

Total realisasi KUR yang terdata pada SIKP hingga 6 Oktober 2017 mencapai Rp582,06 miliar, sedangkan data perbankan mencapai Rp2,31 triliun.

Menurut dia, semua pihak yang terkait dengan KUR harus dikonfirmasi validitas datanya untuk kemudian disinkronisasi.

Sebab, KUR yang disalurkan berkaitan dengan subsidi bunga yang harus dibayarkan oleh negara.

"Saya kira bisa segera intermediasi oleh OJK sebelum tahun ini berakhir. Yang penting tidak gaduh, agar KUR tetap dilanjutkan dan tepat sasaran," kata Willgo yang juga anggota Badan Anggaran DPR RI.

Komisi XI, lanjut dia, tetap melakukan evaluasi setiap tahun dan mendapatkan berbagai temuan, seperti masalah persyaratan jaminan bagi pelaku usaha yang mengajukan permohonan KUR mikro dengan plafon Rp25 juta.

"Mestinya tidak ada jaminan, namun pada kenyataannya selalu dimintakan jaminan oleh bank penyalur KUR," ucapnya.

Temuan lain, kata dia, adalah adanya debitur yang mendapatkan pinjaman komersial dengan bunga normal, namun kemudian menutupnya dan mengajukan KUR retail dengan nilai Rp500 juta.

"Karena butuh, katakanlah Rp1,5 miliar, maka itu dibagi menjadi tiga permohonan. Sebetulnya mereka bukan kelompok yang akan disasar KUR, namun memanfaatkan bunga subsidi KUR," ujar Willgo.

Komisi XI, lanjut Willgo, tidak dapat memberikan saksi kepada bank penyalur, namun meminta kepada Menteri Keuangan dan OJK, untuk lebih ketat melakukan pengawasan.

Bila perbankan tidak disiplin dan tidak mengindahkan aturan yang ditetapkan, maka seyogyanya bank tersebut bisa dikurangi plafond KUR-nya atau bahkan dihentikan sebagi bank penyalur KUR.

"Keberpihakan KUR harus untuk usaha rakyat, bukan korporasi yang sudah mapan, apalagi yang besar," katanya.