Ahli Planologi: Sertifikat Hak Milik di Hutan Sekaroh Tidak Sah

id Hutan Sekaroh

"Karena, surat keputusan penetapan batas kawasannya ada, jadi SHM yang muncul di dalamnya itu tidak sah dan batal demi hukum"
Mataram (Antara NTB) - Ahli planologi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Abimanyu Pramudia Sakti menyatakan sertifikat hak milik (SHM) yang terbit di dalam kawasan Kelompok Hutan Sekaroh, Register Tanah Kehutanan (RTK-15), Kecamatan Keruak, Lombok Timur, tidak sah.

"Karena, surat keputusan penetapan batas kawasannya ada, jadi SHM yang muncul di dalamnya itu tidak sah dan batal demi hukum," kata Abimanyu di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Selasa.

Pejabat dari Direktorat Jenderal Planologi Kementerian LHK ini dihadirkan oleh tim jaksa penuntut umum (JPU) untuk memberikan pendapatnya sebagai ahli dalam sidang perkara penerbitan 31 SHM di dalam kawasan RTK-15 yang dipimpin Albertus Husada.

Setelah mendengar pernyataan Abimanyu, ketua majelis hakim kembali bertanya dan meminta pendapat tentang adanya sebagian lahan dari tujuh SHM berada di luar kawasan RTK-15.

Terkait dengan pertanyaan itu, Abimanyu berpendapat bahwa tujuh SHM yang sebagian lahannya diketahui berada di luar kawasan RTK-15, tetap dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.

"Untuk yang sebagian lahannya berada di luar kawasan, tetap tidak sah dan harus dibatalkan demi hukum," ujarnya.

Karena itu, Abimanyu berharap pemerintah daerah, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) segera mencabutnya dan meminta ganti rugi kepada pihak yang telah mengeksploitasi kawasan hutan negara secara ilegal.

Diketahui bahwa penunjukan Hutan Sekaroh sebagai kawasan Kelompok Hutan Sekaroh, RTK-15, dimulai pada tahun 1982, berdasarkan surat keputusan Menteri Pertanian.

Kemudian, Menteri Kehutanan secara resmi mengeluarkan surat keputusan penetapan batas kawasan untuk Kelompok Hutan Sekaroh, RTK-15, pada 9 September 2002 dengan luas 2.834,38 hektare.

Menuju proses penetapan, tepatnya pada periode 2000, 2001, dan 2002, berdasarkan hasil penyidikan tim jaksa dari Kejaksaan Negeri Selong pada tahun 2016, ditemukan adanya puluhan SHM yang terbit di dalam kawasan RTK-15.

Bukti penerbitannya didapatkan dari catatan Kantor Wilayah BPN NTB pada tahun 2015. Dalam catatan itu terdapat 35 SHM sporadis dengan luas keseluruhannya mencapai 56,797 hektare yang muncul di tahun 2000, 2001, 2002, 2003, dan 2009.

Cikal bakal terbitnya SHM di dalam kawasan ini sebelumnya telah terungkap dalam fakta persidangan yang menghadirkan saksi dari pemilik lahan di tahun 2001.

Dalam fakta sidang terungkap bahwa terbitnya SHM di dalam kawasan RTK-15 melalui program Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) Lombok Timur di tahun 2001.

Dalam perkara ini Kejari Selong telah menetapkan enam tersangka yang dibagi dalam dua berkas.

Satu berkas dikhususkan untuk tersangka berinisial LMM, Kepala Desa Pemongkong, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur. Berkas kedua melibatkan lima pejabat BPN Lombok Timur, yang empat di antaranya sudah pensiun.

Lima pejabat BPN itu antara lain berinisial RML, Kepala BPN Lombok Barat, yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Kasubsi Pemberian Hak Atas Tanah di BPN Lombok Timur. Kemudian FI, mantan Kasi Pengukuran dan Penguasaan Tanah di BPN Lombok Timur.

JML, Kepala BPN Sintang, Kalimantan Barat, yang pernah menduduki jabatan Kasi Hak Atas Tanah di BPN Lombok Timur. Selanjutnya, MM, mantan Kasi Pengendalian Tanah di BPN Lombok Timur dan bawahannya berinisial MN. (*)