Pengacara Terjerat Kasus Penggelapan Divonis 3,3 Tahun

id Kasus Hukum

"Karena kesalahan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penggelapan dan menjatuhkan hukuman tiga tahun dan empat bulan penjara"
Mataram (Antara NTB) - Pengacara yang terjerat kasus penggelapan, Taufik Budiman, divonis tiga tahun dan empat bulan penjara karena terbukti bersalah melanggar dakwaan alternatif kedua Pasal 372 KUHP.

"Karena kesalahan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penggelapan dan menjatuhkan hukuman tiga tahun dan empat bulan penjara," kata Ketua Majelis Hakim ALbertus Husada dalam putusannya di Pengadilan Negeri Mataram, Kamis.

Vonis yang diberikan hanya selisih dua bulan lebih rendah dibandingkan tuntutan dari jaksa penuntut umum, yakni selama tiga tahun dan enam bulan penjara.

Sebelum vonis dibacakan, majelis hakim menguraikan fakta persidangannya. Salah satunya menguraikan tentang pelanggaran hukum yang diperbuat Taufik Budiman.

Taufik Budiman dinilai telah mengambil hak Nina Monica, pihak yang sebelumnya meminta bantuan hukum kepada terdakwa untuk mengurus persoalan tanah milik orang tuanya yang berlokasi di Desa Meninting, Kabupaten Lombok Barat.

Nina Monica mendengar jika tanah warisan orang tuanya itu telah beralih nama ke Supardi. Padahal tanah warisan orang tuanya tidak pernah dijual kepada siapapun.

Karena itu, perpindahan hak milik tanah tersebut dinilai bersifat ilegal karena tidak ada landasan hukum yang menyatakannya telah berpindah tangan.

Mengetahui hal itu, Supardi yang sebelumnya menerima somasi dari Nina Monica melalui terdakwa yang bertindak sebagai kuasa hukum, mengajak Nina Monica untuk berdamai.

Niat Supardi pun ditanggapi dengan baik oleh Nina Monica. Syarat perdamaian diberikan dengan meminta Rp2 miliar kepada Supardi sebagai uang perdamaian.

Menanggapinya, Supardi kemudian menyerahkan uang tersebut dalam bentuk dua lembar "bilyet giro" (BG) dengan nominal Rp1 miliar dan Rp950 juta, Rp50 juta sisanya diberikan secara tunai.

Setelah menerima uang, terdakwa meminta Supardi membuat dua kuitansi untuk uang yang diserahkan dengan nominal Rp1,5 miliar dan Rp500 juta.

Namun terdakwa hanya menyerahkan kuitansi senilai Rp500 juta kepada Nina Monica. Sedangkan sisanya, Rp1,5 juta dikatakan terdakwa akan dilunasi dalam beberapa bulan ke depan.

Seiring berjalannya waktu, Nina Monica mengetahui dari Supardi jika uang perdamaian tersebut telah diserahkan seutuhnya kepada terdakwa dalam bentuk dua kuitansi yang nominalnya berbeda.

Meski demikian, dalam fakta persidangan terdakwa mengatakan uang senilai Rp1,5 miliar itu belum dapat dicairkan karena dalam salah satu SHM tercantum tiga nama sebagai pemegang hak milik.

Karena itu, unsur yang menyatakan bahwa perbuatan terdakwa secara hukum telah terbukti bersalah karena telah memiliki sesuatu yang bukan haknya.

Usai mendengar vonis, terdakwa yang diberikan kesempatan untuk menanggapi putusannya kemudian dengan tegas menyampaikan akan mengajukan banding.

Sementara itu, tim JPU yang diwakilkan Armansyah Lubis dari Kejati NTB mengatakan bahwa pada prinsipnya jaksa telah menerima vonis hakim.

"Tapi karena terdakwa telah menyatakan banding, kita akan siap menghadapinya nanti," kata Armansyah Lubis. (*)