Kuasa Hukum Minta Pembangunan Poltekpar di Tunda

id LAHAN POLTEKPAR LOMBOK

Kalau sudah seperti ini, proses hukum tidak lagi dihargai sebagai panglima tertinggi. Hakim sebagai pelaksana yudikatif mestinya harus dihargai. Apalagi ini pemerintah
Mataram (Antara NTB) - Kuasa hukum penggugat mengingatkan pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat sebagai tergugat untuk menunda proses tender pembangunan kampus Politeknik Pariwisata Lombok karena dinilai masih bersengketa di pengadilan.

"Kita merasa keberatan dengan sikap Pemerintah Provinsi yang ingin tetap membangun sementara ini masih berperkara di pengadilan," kata Ainuddin, kuasa hukum penggugat Suryo di Mataram, Selasa.

Seorang pengusaha menggugat Pemprov NTB terkait dengan proses tender pembangunan kampus Politeknik Pariwisata Lombok. Melalui kuasa hukumnya Dr Ainuddin MH, Suryo melakukan gugatan hukum ke pengadilan.

Ainuddin, menegaskan semestinya Pemprov NTB menghormati proses hukum yang kini tengah berlangsung di pengadilan. Karena, bila proyek dilaksanakan, kemudian objek yang disengketakan ternyata dimenangkan masyarakat, maka akan timbul kerugian negara yang implikasinya akan berimbas kepada Pemprov NTB sendiri.

"Ini yang kita tidak inginkan. Kalau obyek sengketa lahan ini di menangkan masyarakat, lalu tender dan pembangunan dilaksanakan, sementara ada gugatan dan keberatan tentu akan terjadi kerugian negara. Kalau sudah begini, implikasinya kepada Pemprov NTB," jelas Ainuddin.

Saat ini, kata Ainuddin, kliennya sedang mengajukan gugatan banding, setelah pemerintah daerah menang di PN Praya. Tidak sampai di situ, ada beberapa tahapan yang masih bisa dilewati, dari banding, kasasi, lalu PK (upaya hukum luar biasa). Sehingga, pembangunan boleh dilaksanakan, paling tidak setelah putusan kasasi.

Ia menambahkan, jika Pemprov NTB tetap memaksakan pembangunan kampus Poltekpar Lombok di atas lahan yang masih bersengketa di pengadilan tanpa belum ada keputusan tetap, maka hukum dan keadilan di negeri ini sudah terciderai.

"Kalau sudah seperti ini, proses hukum tidak lagi dihargai sebagai panglima tertinggi. Hakim sebagai pelaksana yudikatif mestinya harus dihargai. Apalagi ini pemerintah," tegasnya.

Lebih lanjut, Ainudin menegaskan jika ditelisik kebelakang, lahan seluas 20 hektare yang kini bersengketa tersebut adalah milik kliennya. Bukan milik Pemprov NTB. Karena, pihaknya memiliki bukti kuat terhadap lahan yang berlokasi di Kabupaten Lombok Tengah itu.

Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu Moh Faozal mengaku pihaknya tetap bersikukuh pembangunan Poltekpar Lombok akan dilaksanakan sesuai jadwal, yakni akhir tahun ini. Karena sudah dalam proses tender oleh pemerintah pusat.

Karena itu, pembangunan Poltekpar pertama di NTB itu akan tidak bisa di undur lagi. Mengingat, pemerintah sudah mengalokasikan anggaran sebesar Rp130 miliar.

Sedangkan, terkait proses hukum, Pemprov NTB lanjut Faozal menyerahkan semuanya pada proses yang berlangsung di pengadilan.

"Ada atau tidak kita tidak bisa mundur lagi. Karena kalau ini batal maka kita akan sulit untuk memulainya lagi," tandas Faozal. (*)