Kementan-Polri Sosialisasikan Larangan Pemotongan Sapi Produktif

id Polri Kemtan

Kementan-Polri Sosialisasikan Larangan Pemotongan Sapi Produktif

Sosialisasi pengendalian pemotongan sapi produktif kepada anggota polisi, pol pp dan aparatur sipil negara bidang peternakan dan kesehatan hewan di Mataram. (Foto ANTARA NTB/Awaludin)

"UU itu lah yang kami sosialisasikan kepada masyarakat bersama Kabaharkam Polri"
Mataram (Antara NTB) - Kementerian Pertanian bersama Satuan Tugas Ketahanan Pangan Kepolisian Republik Indonesia menyosialisasikan peraturan tentang larangan pemotongan sapi produktif kepada masyarakat di 17 provinsi.

"Kami bekerja sama dengan Polri melakukan sosialisasi tahun ini ke 17 provinsi sentra sapi," kata Pejabat dari Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian drh Widarto MP, di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Kamis.

Ia menyebutkan provinsi yang menjadi proyek percontohan pengendalian sapi betina produktif, yakni Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Jambi, dan Bengkulu.

Selain itu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.

Seluruh provinsi itu, kata Widarto, menjadi prioritas karena potensi peternakannya relatif tinggi dan pemotongan ternak ruminansia betina produktifnya relatif tinggi dan memiliki rumah potong hewan.

Kegiatan sosialisasi menyasar sektor hulu, mulai dari peternak, pasar hewan, cek poin lalu lintas perdagangan ternak ruminansia dan jagal. Sedangkan sektor hilirnya adalah para pengelola rumah potong hewan.

"Setelah sosialisasi, baru upaya pengawasan dilakukan oleh tim terpadu di daerah, di mana di dalamnya terdapat unsur dinas peternakan dan kesehatan hewan, polisi pamong praja dan bekerja sama dengan kepolisian," ujarnya.

Penyelamatan sapi betina produktif, kata dia, sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 41 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Di dalam regulasi tersebut diatur bahwa setiap orang dilarang memotong ternak ruminansia produktif, salah satunya adalah sapi, kecuali untuk keperluan adat dan penelitian.

Widarto menegaskan, jika ada warga yang melanggar UU tersebut maka bisa dikenakan pidana minimal satu tahun penjara dan maksimal tiga tahun penjara. Selain itu, denda minimal Rp100 juta dan maksimal Rp300 juta.

"UU itu lah yang kami sosialisasikan kepada masyarakat bersama Kabaharkam Polri," ujarnya.

Tim Satuan Tugas (Satgas) Ketahanan Pangan Polri Kombes Pol Erwin CR, mengatakan polisi dilibatkan dalam upaya pengendalian pemotongan sapi betina produktif karena Polri sudah menjalin kerja sama dengan Kementan.

Namun upaya pengendalian akan dilakukan dengan mengedepankan tindakan persuasif.

"Kami akan lakukan analisa bagaimana euforia di bawah. Kalau pemahaman masyarakat masih lambat berarti harus bijak, tim harus digerakkan lagi. Tapi kalau memang bandelnya luar biasa perlu tindakan refresif," katanya. (*)