Dishub NTB Belajar Pengelolaan Transportasi di Sulsel

id TRANSPORTASI ONLINE

Dishub NTB Belajar Pengelolaan Transportasi di Sulsel

Sekretaris Dinas Perhubungan NTB Ari Setiarini didampingi Wakil Ketua DPRD NTB Mori Hanafi saat penyerahan cinderamata kepada Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sulsel H Ilyas Iskandar.

Kalau pun belum ada regulasi, sudah banyak ojek online siap beroperasi, kemudian disusul taxi online. Sehingga, NTB juga berencana membuat peraturan gubernur sebagai regulasi awal
Mataram (Antara NTB) - Dinas Perhubungan Provinsi Nusa Tenggara Barat melakukan studi banding mengenai tata kelola transportasi di Provinsi Sulawesi Selatan.

Sekretaris Dinas Perhubungan NTB Ari Setiarini, Rabu, mengatakan kunjungan kerja ke Sulawesi Selatan (Sulsel) untuk bertukar pikiran tentang tata kelola transportasi, salah satunya transportasi berbasis daring atau online.

"Kalau transportasi, NTB masih kalah jauh dari Sulawesi Selatan, baik darat maupun laut, Sulawesi jelas lebih maju. Sementara NTB baru akan membangun, seperti pelabuhan peti kemas Gili Mas," kata Ari Setiarini di dampingi Wakil Ketua DPRD NTB Mori Hanafi saat kunjungan kerja di Makassar pada 16-18 April 2017.

Menurut Ari Setiarin, NTB pun cukup kesulitan dalam pengelolaan transportasi, terlebih dengan rencana masuknya transportasi berbasis daring atau online. Termasuk, kata dia, tata pengelolaan Bus Rapid Transit (BRT) yang belum lama ini beroperasi, namun berbentur dengan angkutan kota, sehingga terpaksa juga harus ditutup sementara.

Ia mengatakan, nantinya dari hasil kunjungan ke Sulsel tersebut bisa diaplikasikan ke NTB, sehingga berdampak positif bagi masyarakat, khususnya dalam tata kelola transportasi di daerah ini.

"Kalau pun belum ada regulasi, sudah banyak ojek online siap beroperasi, kemudian disusul taxi online. Sehingga, NTB juga berencana membuat peraturan gubernur sebagai regulasi awal," jelasnya.

Wakil Ketua DPRD NTB Mori Hanafi mengakui keberadaan jasa transportasi diyakini akan berkembang pesat mengikuti zaman. Sehingga, sebelum jasa transportasi online beroperasi, alangkah baiknya dicarikan regulasi dan "sharing" dengan daerah yang dianggap maju dan berkembang seperti Sulsel.

"Direncanakan buat pergub. Kalau memang pemerintah pusat menyerahkan kewenangan ke daerah, tidak menutup kemungkinan dibuatkan perda. Semua ini masih dipelajari dampak dan regulasinya," katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sulsel H Ilyas Iskandar mengakui jika pemerintah provinsi belum memberikan izin operasional jasa transportasi seperti Grab dan Go Car. Alasannya, karena belum ada regulasi.

"Taxi dan ojek online ini sedang tren di mana-mana, termasuk Sulsel. Tapi, sedikit memusingkan kepala, mengurus online dan konvensional. Meski dekikian, kami masih tahap pembinaan karena belum mendapatkan regulasi yang tepat, sehingga belum berani memberikan jawaban atas permohonan operasional tansportasi online," katanya.

Diakui Ilyas, jumlah kendaraan berbasis online dan kendaraan roda empat kategori daring beroperasi di Sulawesi Selatan. Namun, direncanakan kalau peraturan kepala daerah selesai dibahas, akan dibatasi 500 unit.

Hal itu disebabkan, yang konvensional saja sebanyak 2.000 unit lebih jenis taksi. Dari jumlah itu, aktif beroperasi sebanyak 1.000 unit dari 15 perusahaan pengelola.

"Aplikasi khusus bagi jasa transportasi online mengacu pada Pergub Nomor 7 tahun 2016, direncanakan tarif untuk konvensional buka pintu bayar Rp6.000, dan per kilometer Rp4.800. Sedangkan online buka pintu Rp6.000 dan per kilometer Rp6.000," ujarnya.

Ia menambahkan, secara aturan, kendaraan online hal yang membuat pusing. Untuk konvensional jelas aturannya sesuai Peraturan Menteri Perhubungan nomor 26 tahun 2017 tentang Revisi Angkutan Sewa Online yakni ada proses KIR, perusahaan, pajak dan tarif.

"Nanti untuk online, diberikan batas toleransi hingga bulan Juni 2017, tetap mengacu pada Permenhub nomor 32 tahun 2017 direvisi ke Permenhub nomor 26 tahun 2017," katanya.

Karena itu, di NTB, keberadaan jasa transportasi online terus berkembang, sehingga dicarikan regulasi tata pengelolaan agar tidak menimbulkan masalah dengan angkutan konvensional.

"Sebuah aturan itu penting. Tidak baik untuk ditinggalkan," katanya. (*)