Penunggak Pajak di NTB Dipindah ke Lapas Nusakambangan

id Amnesti Pajak

Penunggak Pajak di NTB Dipindah ke Lapas Nusakambangan

ilustrasi - Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan saat sosialisasi kebijakan Amnesti Pajak di Medan, Sumatra Utara. (Foto ANTARA)

"Semoga dengan memindahkan tempat penyanderaan, yang bersangkutan (RS) punya niat baik untuk membayar kewajibannya"
Mataram (Antara NTB) - Direktorat Jenderal Pajak bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan memindahkan tempat penyanderaan badan penunggak pajak berinisial RS dari Mataram, Nusa Tenggara Barat, ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Batu, Nusakambangan, Jawa Tengah, Selasa.

"Semoga dengan memindahkan tempat penyanderaan, yang bersangkutan (RS) punya niat baik untuk membayar kewajibannya," kata Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Nusa Tenggara (DJP Nusra) Suparno, di Mataram, Selasa.

Ia menyebutkan, RS yang berprofesi sebagai pengusaha di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, memiliki utang pajak senilai Rp4,3 miliar.

DJP Nusra sudah memberikan peringatan untuk memanfaatkan program amnesti pajak, namun yang bersangkutan tidak mengindahkannya.

"Kami menunggu niat baiknya, mulai dari program amnesti pajak tahap pertama hingga tahap kedua, namun tidak juga membayar," ujarnya.

RS sebelumnya menjalani penyanderaan badan (gijzeling) di Lapas Kelas IIA Mataram, sejak 25 April 2016.

"Gijzeling" dilakukan setelah upaya-upaya penagihan secara persuasif tidak mendapat respon positif, dimulai dari data "feeding" berupa imbauan I dan imbauan II. Selain itu, pemeriksaan khusus, hingga terbit surat ketetapan pajak.

Suparno mengatakan, pemindahan lokasi penyanderaan badan sesuai keputusan bersama Menteri Keuangan RI dan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI Nomor 294/KMK.03/2003, M-02.Um.09.01 tahun 2013 tentang Tata Cara Penitipan Penanggung Pajak Yang Disandera Di Rumah Tahanan Negara Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

Proses pemindahan lokasi "gijzeling" dimulai dari surat usulan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bima kepada Kepala Kantor Wilayah DJP Nusra pada 13 Oktober 2016.

Kepala DJP Nusra kemudian menindaklanjuti surat usulan tersebut dengan mengirimkan surat kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak, dengan alasan penanggung pajak diragukan itikad baiknya untuk membayar atau melunasi tunggakan pajaknya.

Selain itu, penanggung pajak telah diberikan sosialisasi program pengampunan pajak, akan tetapi yang bersangkutan tidak bersedia memanfaatkan pengampunan pajak tersebut.

DJP Nusra juga mengindikasikan bahwa pengacara, keluarga maupun sahabat penanggung pajak dengan leluasa mengunjungi penanggung pajak, walaupun tanpa surat izin kunjungan dari Kepala KPP Pratama Raba Bima.

"Kami juga melakukan pemindahan lokasi penyanderaan setelah ada izin dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan," kata Suparno.

Ia mengatakan, penyanderaan merupakan upaya terakhir yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak apabila penanggung pajak tidak memiliki itikad baik untuk melunasi tunggakan pajaknya, sedangkan yang bersangkutan sebenarnya mampu melunasi. (*)