YLKI Serap Aspirasi Terkait Pengelolaan Bandara Internasional Lombok

id YLKI Bandara

YLKI Serap Aspirasi Terkait Pengelolaan Bandara  Internasional Lombok

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. (ANTARA News)

"Kebijakan yang ditempuh Bandara betul-betul mencerminkan apa yang menjadi kebutuhan semua pihak"
Mataram (Antara NTB) - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menggelar fokus diskusi grup di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Sabtu, untuk menyerap berbagai aspirasi berbagai pihak terkait pengelolaan Bandara Internasional Lombok.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, mengatakan diskusi tersebut sangat penting agar kebijakan Bandara tidak "top down" (atas ke bawah) tapi "bottom up" (bawah ke atas).

"Sebab, apa yang dibutuhkan masyarakat harus didengar sehingga kebijakan yang ditempuh bandara betul-betul mencerminkan apa yang menjadi kebutuhan berbagai pihak pengguna," katanya.

Perlunya pengelolaan bandara yang lebih baik, menurut dia, karena Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah menaikkan "passenger service charge" (PSC) atau biaya yang harus dibayar konsumen sebagai pengguna bandara.

Bagi YLKI, kenaikan PSC itu harus berbanding lurus dengan pelayanan.

Oleh sebab itu, lanjut Tulus, masyarakat harus mengontrol kualitas pelayanan karena sudah membayar sesuai dengan ketentuan pemerintah.

"Makanya, diskusi ini juga diharapkan agar masyarakat mengetahui hak-hak sebagai pengguna bandara secara detail," ujarnya.

Terkait dengan kondisi Bandara Internasional Lombok, Tulus menilai masalah utama sebenarnya adalah cerminan Bandara sebagai entitas kearifan lokal yang belum muncul.

Tidak seperti Bandara Internasional Ngurah Rai Denpasar, Bali. Orang yang datang bisa melihat berbagai seni dan budaya yang menjadi cerminan budaya masyarakat di daerah itu.

Menurut dia, Bandara Internasional Lombok yang sudah dibangun sejak 2009-2010 harus direnovasi total. Misalnya, plafon sudah mulai kusam dan retak-retak. Itu harus direnovasi agar berwajah baru lagi.

Angkasa Pura I juga harus mengedukasi pengguna bandara dengan memasang penandaan-penandaan agar bagaimana masyarakat memperlakukan bandara dengan baik. Misalnya, imbauan untuk tidak makan dengan cara lesehan di dalam ruang tunggu.

"Kalau misalnya orang makan secara lesehan di dalam bandara, orang pendatang menilai bahwa itu cerminan masyarakat Lombok. Itu yang saya kira yang harus diedukasi," katanya.

Berbagai kritikan dan masukan dalam diskusi, kata Tulus, akan menjadi rekomendasi yang akan disampaikan ke Direksi PT Angkasa Pura I di Jakarta. Rekomendasi tersebut diharapkan bisa ditindaklanjuti dengan kebijakan melakukan pembenahan untuk kemajuan Bandara. (*)