OJK NTB Soroti Rendahnya Kredit Sektor Pertanian

id OJK NTB

OJK NTB Soroti Rendahnya Kredit Sektor Pertanian

(1)

"Saya minta seluruh perbankan meningkatkan penyaluran kredit ke sektor produktif, terutama pertanian yang banyak menyerap tenaga kerja"
Mataram (Antara NTB ) - Otoritas Jasa Keuangan Nusa Tenggara Barat menyoroti rendahnya penyaluran kredit perbankan ke sektor pertanian, perikanan dan kehutanan, yakni sebesar 1,94 persen dari total dana yang disalurkan sebesar Rp24,7 triliun periode Januari-Agustus 2016.

"Saya minta seluruh perbankan meningkatkan penyaluran kredit ke sektor produktif, terutama pertanian yang banyak menyerap tenaga kerja," kata Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nusa Tenggara Barat (NTB) pada acara seminar Gerakan Inklusi Keuangan (Geraiku), di Mataram, Senin.

Ia juga menyoroti masih relatif rendahnya penyaluran kredit di sektor produktif oleh perbankan.

Data OJK NTB tercatat porsi penyaluran kredit ke sektor produktif periode Januari-Agustus 2016 mencapai 47,08 persen, masih kalah dibandingkan kredit yang disalurkan ke sektor konsumtif sebesar 52,92 persen.

Kredit ke sektor produktif juga lebih banyak ke usaha jasa perdagangan, hotel dan restoran, yakni sebesar 29,11 persen, disusul sektor pertambangan 3,77 persen.

Yusri mengajak seluruh perbankan di NTB, untuk benar-benar menjadikan sektor produktif sebagai sektor terdepan dalam menggerakkan perekonomian daerah, tentunya tanpa meninggalkan sektor konsumtif yang juga memberikan andil terhadap pertumbuhan ekonomi.

"Saya inginkan pertumbuhan kredit sektor produktif bisa mencapai 50 persen, bahkan kalau bisa 70 persen," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) NTB Herry Prihatin, juga menyoroti masih lemahnya keberpihakan perbankan terhadap sektor usaha produktif, terutama usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Menurut dia, perbankan masih membebani para pelaku UMKM dengan bunga pinjaman yang relatif tinggi atau jauh di atas ketentuan BI Rate, meskipun Bank Indonesia sudah menurunkan suku bunga acuan dari 6,75 persen menjadi 6,5 persen.

"Jangan karena suku bunga bank tinggi, ada sektor usaha yang baru buka kemudian besoknya sudah tutup lagi," ujarnya. (*)