Dispenda NTB : Realisasi Pajak Rokok Baru 32 Persen

id ROKOK NTB

Realisasi pajak rokok semester I memang kondisinya memang agak rendah, ini terjadi setiap tahun
Mataram (Antara NTB) - Dinas Pendapatan Nusa Tenggara Barat mencatat realisasi pajak rokok hingga semester I/2016 baru mencapai 32 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp253 miliar.

"Realisasi pajak rokok semester I memang kondisinya memang agak rendah, ini terjadi setiap tahun," kata Sekretaris Dinas Pendapatan (Dispenda) Nusa Tenggara Barat (NTB) Abdul Aziz, di Mataram, Kamis.

Ia memperkirakan realisasi pajak akan meningkat pada triwulan IV atau sekitar November dan Desember 2016 karena perusahaan sudah banyak membayar cukai rokok yang teregistrasi di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan.

Pajak rokok merupakan pendapatan asli daerah (PAD) yang melekat di Bea Cukai dan dihitung berdasarkan jumlah penduduk di setiap provinsi dikali target pajak rokok secara nasional.

Pajak rokok tersebut terlebih dahulu dihimpun oleh Kementerian Keuangan, sebelum ditransfer ke masing-masing provinsi dengan besaran berbeda sesuai dengan jumlah penduduknya. Proses pencairan dilakukan setiap tiga bulan sekali.

"NTB mengalami peningkatan pendapatan dari pajak rokok karena penghitungannya tidak lagi menggunakan jumlah penduduk hasil pendataan Badan Pusat Statistik (BPS), tapi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil," ujarnya.

Namun, kata Aziz, jika pemerintah jadi memberlakukan kebijakan harga rokok Rp50.000 per bungkus, maka potensi terpangkasnya PAD NTB dari pajak rokok cukup besar.

Sebab, kenaikan harga rokok memang menaikkan nilai cukai yang harus dibayarkan perusahaan rokok kepada pemerintah, namun volume cukai rokok yang teregistrasi dan harus dibayarkan belum tentu meningkat.

Ia memperkirakan, jumlah cukai rokok yang teregistrasi di Direktorar Jenderal Bea dan Cukai akan berkurang disebabkan menurunnya volume produksi rokok oleh perusahaan sebagai dampak berkurangnya permintaan pasar.

"Bisa saja perokok yang biasa menghabiskan dua bungkus dalam satu hari mengubah konsumsinya menjadi setengah bungkus per hari kalau harganya mencapai Rp50.000 per bungkus," katanya.

Bagi NTB, kata dia, pajak rokok cukup membantu dalam hal pembiayaan pembangunan oleh Pemerintah Provinsi NTB dan 10 kabupaten/kota.

Pajak rokok yang dibagikan oleh pemerintah pusat ke daerah dimanfaatkan sesuai peruntukan yang sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan, yakni untuk bidang kesehatan dan penegakan hukum 50 persen dan 50 persen lagi dimanfaatkan sesuai kondisi daerah.

"Dari total pajak rokok yang diterima, sebesar 70 persennya dibagi ke kabupaten/kota untuk dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan, sisanya ke pemerintah provinsi," ucap Aziz. (*)